Sejarah Taman Purbakala Pugung Raharjo Lampung
Jauh di dalam Lampung terdapat harta karun kekayaan kuno, beberapa di antaranya berasal dari zaman prasejarah. Tempat tinggal peninggalan yang tak ternilai ini adalah Taman Purbakala Pugung Raharjo, yang terletak di Desa Pugung Raharjo, kecamatan Jabung, yang terletak di ketinggian 80 meter di atas permukaan laut di Provinsi Lampung. Di antara situs arkeologi megalitik yang ada di sini, Pugung Raharjo menonjol sebagai lokasi yang signifikan.
Reruntuhan Pugung Raharjo ditemukan pada tahun 1957 ketika para transmigran membuka hutan. Penebang lokal seperti Barno Raharjo, Sardi, Karjo, dan Sawal adalah yang pertama melaporkan temuan mereka ke Dinas Purbakala. Salah satu penemuan paling awal adalah patung Buddha, yang dibedakan oleh fitur klasiknya. Meskipun para ahli seperti Tombrink, Steinmetz, Ullman, Schnitger, Van der Hoop, dan Funke telah menggali tradisi megalitik di Sumatera sebelum Indonesia merdeka, Pugungraharjo tetap tidak diketahui peneliti sampai ditemukan oleh para transmigran.
Awal Penelitian di Pugung Raharjo
Situs arkeologi Pugung Raharjo pertama kali ditemukan pada tahun 1968, mendorong penyelidikan awal yang dipimpin oleh Drs. Buchori dari Institut Kepurbakalaan. Penelitian lebih lanjut dilakukan pada tahun 1973, dengan National Institute of Antiquities and Heritage bermitra dengan Universitas Museum Pennsylvania untuk mendokumentasikan temuan situs tersebut dalam Laporan Penelitian Sumatera. Penggalian berlanjut hingga tahun 1980, mengungkapkan bahwa kompleks megalitik di Pugung Raharjo mencakup sekitar 25 hektar.
Taman Purbakala Pugung Raharjo memiliki punden bertingkat yang unik, menyerupai piramida Mesir. Sekelompok 13 piramida mini menambah daya pikat situs luar biasa ini. Daerah ini memiliki deretan peninggalan yang luar biasa mulai dari era megalitik (dari 2500 SM) hingga periode klasik (Hindu-Buddha) hingga periode Islam. Saat masuk, pengunjung akan disambut oleh hamparan rumput yang rimbun dan terawat dengan gerbang batu di tengahnya. Daerah ini dikelilingi oleh benteng primitif sepanjang 1,2 km, dan jalan berbatu membawa pengunjung ke situs bersejarah. Dalam prestasi desain yang luar biasa, benteng ini berbentuk parit, namun tetap tahan terhadap hujan lebat. Bahkan selama banjir besar beberapa tahun yang lalu, area situs tetap utuh.
Situs ini menawarkan deretan patung batu, figur Polinesia, dan prasasti yang mengesankan. Itu juga rumah bagi kolam megalitik yang air ajaibnya dikabarkan memiliki sifat pembalik usia. Arkeolog telah menemukan harta karun artefak, termasuk keramik asing dan lokal, manik-manik, pisau, ujung tombak, dan kapak batu. Temuan lainnya berupa dolmen, batu berongga, batu asah, batu pipisan, batu punden perangkap, gelang perunggu, dan batu gores. Fitur luar biasa seperti prasasti batu berlubang menambah daya pikat situs.
Dua gundukan, satu di barat dan satu lagi di timur, membentuk Benteng Pugung Raharjo. Benteng yang berbentuk lingkaran ini membentang sepanjang 300m di sebelah barat dan 1200m di sebelah timur serta memiliki ketinggian 2-3,5m dengan parit setinggi 3-5m. Ini menampilkan jalan yang menghubungkan ruang interior dan eksteriornya dan banyak pintu masuk yang kemungkinan besar berfungsi sebagai gerbang. Benteng berfungsi sebagai tempat berlindung dari satwa liar dan suku saingan. Di dalam dindingnya, ‘Kompleks Batu Mayat’ menempati area persegi, terdiri dari batu altar, menhir, dan batu berukir.
Situs Punden Berundak menawarkan gundukan bertingkat yang dibuat dari tanah dan batu di sisi timur dan baratnya. Bagian barat memiliki empat buah gundukan, yaitu punden I berundak ganda, punden II berundak tiga, punden III berundak ganda, dan punden IV berupa gundukan setinggi satu meter. Sementara itu, sisi timur didominasi oleh punden luas yang dikelilingi parit kecil berjenjang tiga dan merupakan yang terbesar dari 13 gundukan yang ada di lokasi. Di ujung paling timur lokasi, sebuah punden berukuran 8 meter kali 8 meter pernah ditempati arca Bodhisattva yang juga dikenal sebagai arca Putri Badariah. Arca ini kini disimpan oleh masyarakat setempat di Museum Situs Pugungraharjo.
Di bagian timur situs Pugungraharjo terdapat Batu Berongga, sebuah batu sungai berwarna hitam dan abu-abu berlubang dengan empat lubang di permukaannya yang datar. Ada total 19 batu berongga, diyakini telah digunakan untuk melembutkan dan menghaluskan bahan saat upacara kematian. Dua lesung batu juga ditemukan di sawah di sebelah timur dan dekat batu mayat. Selain itu, empat batu tergores ditemukan di sepanjang tepi selatan sungai kecil, menampilkan lekukan buatan manusia dalam bentuk garis.
Kompleks Batu Kandang, yang dibuat dari batu raksasa yang disusun dalam pola persegi panjang timur-barat, menampilkan bagian tengah yang dikenal secara lokal sebagai batu mayat. Batu elips ini memiliki ukiran lingga di kedua ujungnya. Sementara itu, situs Pugungraharjo menawarkan beragam keramik yang berasal dari abad ke-8 hingga ke-17 Masehi. Keramik semacam itu berasal dari dinasti Tang, Cing, Sung, dan Ming, yang membuktikan perdagangan dan pelayaran yang ramai di wilayah Way Sekampung dari abad ke-10 hingga ke-16 Masehi. Bahkan diduga masuknya Islam ke Lampung Tengah melalui Way Sekampung, mengingat ditemukannya medali Sam Pho Khong di wilayah ini.
Peradaban megalitik Pugung Raharjo di Lampung Utara mengundang orang-orang yang terpesona oleh daya pikatnya yang penuh teka-teki. Meski jaraknya cukup jauh dari Bandar Lampung, untuk mencapai lokasi yang berjarak 42 kilometer ini relatif mudah. Dua jalur mengarah ke sana; yang pertama dan terdekat adalah Jalan Tirtayasa, dilanjutkan dengan Jalan Ir Sutami yang membawa anda ke Bandar Sribawono. Namun, penting untuk melatih kesabaran karena akses jalan dipenuhi lubang dan tambalan kasar.
Untuk mencapai taman purbakala, ada dua jalur. Jalur kedua melewati Kota Metro dan berlanjut ke Sekampung Udik, Lampung Timur. Meski panjang, jalan-jalannya terpelihara dengan baik. Sebelum memasuki taman, disarankan untuk mampir ke rumah informasi. Di sini, petugas yang ramah bisa memandu anda dalam wisata sejarah yang informatif.