Destinasi

Benteng Makes di Kabupaten Belu, NTT

Penduduk Belu tinggal di daerah pegunungan dengan banyak hutan dan perbukitan. Gaya hidup ini membuat masyarakat Belu sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Belu merupakan daerah dengan curah hujan terbatas, yang berdampak pada gaya hidup dan kepribadian penduduknya. Desa Dirun adalah dusun dataran tinggi yang terletak di dalam 14400 hektar persegi. Letaknya di sebelah timur Desa Lewuwalu, sebelah barat Maudemu dan sebelah selatan Sisi Fatuberal. Dirun memiliki populasi 3.500 jiwa dan mencakup wilayah seluas 14.400 kilometer persegi.

Benteng Makes
Sumber: kemdikbud.go.id

Benteng Makes terletak di atas Bukit Makes di Desa Dirun, Kecamatan Lakmanen, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Memiliki ketinggian 1200 meter, atau lebih dari 2 kilometer, dan koordinat pintu masuk 51 L 729239. Lingkungan sekitar benteng terdiri dari pepohonan yang mudah hidup di lahan karst, tanaman kaktus, padang rumput, dan padang savana. Dari Kota Atambua ke Desa Dirun jaraknya kurang lebih 40 kilometer dengan waktu tempuh 1,5 jam. Karena Fulan Fehan menjadi lokasi wisata alam, masyarakat dari Indonesia maupun mancanegara kerap mengunjungi kawasan sekitar dataran sabana tersebut. Saat liburan, kawasan ini cenderung ramai. Padang savana Bukit Fulan Fehan merupakan bagian dari hutan milik negara.

Orang Belu tinggal di perbukitan yang dikelilingi duri dan tumpukan batu. Rumah mereka sulit diakses karena mereka tinggal dalam kelompok besar. Niat utama mereka adalah untuk menjaga keamanan dari hewan liar dan penyusup potensial. Rumah Belu menyerupai kapal terbalik atau puncak gunung. Atap sering menyentuh tanah. Atap rumah terbuat dari daun gewang, demikian juga ruang tamu luar. Dindingnya dibangun dari pelepah Bebak gewang, yang berfungsi sebagai tempat tidur dan tempat makan anak laki-laki dewasa. Di dalam rumah, terdapat dua ruangan: Nanan untuk keluarga tidur dan Gogol untuk anak bermain dan belajar. Sebuah tiang kayu memisahkan kedua ruangan ini, sedangkan dinding daun Gewang menjadikan Sulak sebagai kamar tidur tamu. Orang-orang di wilayah ini beriman kepada Sang Pencipta, Penguasa yang mereka sebut Uis Neno dan Uis Afu. Mereka percaya dewa-dewa ini mengatur Langit dan Bumi. Banyak upacara dan persembahan ditujukan kepada dewa-dewa ini untuk meminta berkah atas kesuburan, tanaman, dan aspek lain dari alam wilayah tersebut. Salah satu contoh spesifiknya adalah upacara Hamis Batar no Hatama Mamaik. Upacara ini dilakukan untuk menghormati dimulainya musim panen jagung.

Sejarah singkat Benteng Ranu Hitu/ Makes bisa dilihat di sini.

Benteng Makes
Sumber: kemdikbud.go.id

Tidak ada catatan tertulis dari Makes Fort Site. Namun melalui tetua adat yang disebut makoan, cerita penciptanya dapat direkam dan dilanjutkan. Dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya, budaya cerita lisan membuka jalan bagi penciptaan benteng.

Penduduk asli Belu percaya bahwa orang pertama yang tinggal di daerah mereka adalah Suku Melus. Mereka digambarkan sebagai orang yang kekar, pendek dan kuat yang tinggal di gubuk kayu dan batu. Orang-orang ini disebut Emafatuk Oan Ema Ai Oan. Belu menampung sekelompok pendatang yang berasal dari tanah Malaka. Para migran ini berlayar ke Timor melalui Larantuka setelah bermigrasi dari negara asalnya. Terlepas dari mana orang berasal, ada banyak cerita serupa tentang daerah Belu. Ini menunjukkan bahwa orang-orang dari budaya yang berbeda merasa terhubung dengan tempat ini.

Benteng Makes
Sumber: kemdikbud.go.id

Tiga sepupu laki-laki dari tanah Melus tinggal di Belu. Mereka yang tinggal di daerah tersebut masing-masing mengadopsi nama Likusaen, Sonbai dan Fatuaruin. Menurut cerita yang diwariskan tetua adat Belu, dua dari tiga bersaudara Likusaen itu bernama Mataus dan Bara Mataus. Makoan dari Besikama yang berasal dari Malaka disebut Wehali Nain, Wewiku Nain dan Haitimuk Nain. Ada yang menganggap Makoan dari Dirma yang berasal dari Loro Sonbai, Loro Banleo dan Loro Sankoe sebagai Loro Sonbai. Selain itu, ada yang menggunakan nama Debuluk Welakar untuk menyebut Makoan dari Dirma. Kawasan Malaka menjadi tempat tinggal tiga bersaudara legendaris yang bergelar loro. Mereka datang hanya untuk menjalin hubungan dagang antar daerah di bidang cendana dan untuk menjalin hubungan agama dan suku dengan masyarakat.