Serunya Desa Wisata Penyangga Bromo-Tengger-Semeru Ala Pelaku Wisata Lokal
Sobat Pesona sudah merasakan bagaimana serunya bertualang di Bromo dengan Jeep Tour? Pemandangan elok sepanjang perjalanan, hawa yang sejuk menyapa indera, lukisan warna di cakrawala; menyajikan pengalaman wisata panorama yang tak terlupakan.
Namun destinasi prioritas Bromo-Tengger-Semeru menjanjikan lebih dari itu, karena desa-desa penyangga yang menjadi pintu masuk wisata ke Bromo pun sangat menarik untuk dikunjungi. Seperti Desa Poncokusumo, Wringinanom, dan Jeru yang berada di dalam rute jeep tour ke Bromo, sehingga wisatawan dapat menyinggahinya dalam perjalanan.
Para pelaku pariwisata dan warga desa-desa wisata ini begitu antusias mengembangkan potensi wisata masing-masing demi memberikan pelayanan terbaik bagi wisatawan yang datang. Yuk kita simak apa kata mereka tentang serunya main ke desa-desa wisata ini.
Menikmati Manisnya Jeruk dan Keindahan Tanah Wangi di Desa Poncokusumo
Konon, apa saja yang ditanam di tanah Desa Poncokusumo akan tumbuh subur dan memberikan hasil memuaskan. Itulah asal muasal lahirnya penyebutan Tanah Wangi untuk lahan di desa ini, seperti dituturkan oleh Mbah Rul, panggilan akrab Choirul Anam, pegiat pariwisata setempat.
Salah satu buktinya adalah deretan kebun jeruk yang pohonnya dipadati buah-buah menunggu dipetik. Menurut Mbah Rul, para petani kini lebih menyukai kebun jeruk alih-alih apel yang memerlukan perawatan lebih rumit.
“Jeruk yang ditanam di Poncokusumo adalah jenis Siam Madu dan buah yang dihasilkan dari tanah kami ini lebih banyak airnya serta kaya rasa. Ada manis, sedikit asam, juga segar,” papar Mbah Rul seraya memotong beberapa tangkai jeruk bulat padat berwarna kuning semburat coklat pada kulitnya.
“Justru jeruk yang ‘nyawo’ (menyerupai sawo) seperti ini yang lebih manis,” ujarnya merekomendasikan.
Terbukanya peluang agrowisata, kata Mbah Rul, memberikan kesempatan bagi petani jeruk untuk memperoleh penghasilan tambahan. Kini, tak hanya dari hasil penjualan panen jeruk, para petani juga mendapatkan pemasukan dari wisatawan yang mampir ke kebun jeruk mereka. Cukup dengan membayar Rp 20.000 pengunjung dapat memetik dan makan jeruk sepuasnya di kebun. Jika ingin membawa pulang, dikenakan harga Rp 15.000 per kilo jeruknya.
Selain agrowisata jeruk, wisatawan yang singgah di Desa Poncokusumo dalam perjalanan jeep tour juga bisa menikmati indahnya Ledokombo, fasilitas berkemah di tengah hutan pinus yang asri. Tidak harus menginap, Sobat Pesona bisa sekadar mampir untuk makan siang atau ngopi, sekaligus menikmati suasana alami di rumah-rumah pohon yang disediakan.
Seperti halnya Mbah Rul, para pelaku pariwisata di sana sangat ramah dalam menerima pengunjung. Kebersihan dan kelestarian lingkungan Ledokombo yang begitu terjaga, menjadi bukti keseriusan warga akan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.
Tubing Mengendarai Arus Sungai Amprong, Desa Wringinanom
Lahirnya wisata alam river tubing berawal dari kepedulian para pemuda pecinta alam yang ingin memanfaatkan potensi wisata desa mereka, agar Desa Wringinanom tidak sekadar menjadi tempat peristirahatan bagi peserta jeep tour.
Terinsipirasi permainan anak-anak desa yang senang berseluncur di sungai naik gedebog pisang, terbit ide pemuda Galuh dan beberapa orang kawan untuk membuka wisata river tubing, yakni menelusuri sungai mengendarai ban, yang memang cocok bagi sungai berperairan dangkal seperti Sungai Amprong. Alternatif wisata alam ini lambat laun berkembang dan makin dikenal wisatawan, berkat usaha Galuh serta para pemuda pegiat pariwisata untuk berkolaborasi dengan operator jeep tour ke Bromo.
Ada 3 operator river tubing yang beroperasi di area Sungai Amprong ini dan Banyumaro adalah operator di Desa Wringinanom yang seluruhnya dikelola oleh anak muda setempat.
“Nama Banyumaro artinya aliran air yang terbelah, karena memang ada titik di mana Sungai Amprong terbelah menjadi 2 aliran sungai,” jelas Galuh.
Yang membuat river tubing di Desa Wringinanom kian seru adalah perjalanan menuju titik pemberangkatannya. Pemandangan indah pada kedua sisi termasuk hijaunya ladang selada air yang menjadi hasil bumi kebanggaan warga setempat, membuat kegiatan jalan kaki mendaki bukit tak terlalu melelahkan. Tak perlu khawatir soal keamanan, karena tak hanya memberikan pengarahan, para petugas pendamping juga terjun langung mendampingi pengunjung selama melakukan river tubing.
Puas bermain di sungai, Sobat Pesona dapat menginap semalam di homestay milik warga, untuk melanjutkan perjalanan jeep tour ke Bromo keesokan harinya. Bila Sobat Pesona menginginkan rute yang berbeda, sampaikan saja kepada operator jeep tour di Desa Wringinanom ini. Soal fleksibilitas pengaturan agenda perjalanan, para pelaku pariwisata di sana selalu siap membantu.
Para Pelestari Kesenian Tradisional di Desa Jeru
Diiringi gamelan khas Jawa Timur yang dinamis, dua orang penari cilik menghentakkan kaki sesuai irama kendang. Kepala, leher, tubuh, hingga ujung-ujung jemari tangan mereka kadang bergerak luwes, kadang tegas dan sigap, menjadikan tarian ini jauh dari kata membosankan untuk dilihat. Topeng dan kostum warna-warni yang membalut keduanya, membuat Tari Topeng Grebek Sabrang makin terkesan gagah penuh semangat.
Fatika dan Ahmad Alan, kedua penari cilik kelas 8 itu langsung mencari air minum begitu selesai menunaikan tugasnya sebagai penari. Meski mereka sudah terlatih dan telah belajar menari sejak 4 tahun lalu, tentu tidak mudah dan cukup melelahkan menari dalam tempo dinamis dengan mengenakan topeng.
Dibantu guru tari mereka, Pak Amin, keduanya kemudian melepaskan beberapa atribut kostum tari untuk memberikan sedikit kenyamanan. Setelah sedikit beristirahat, senyum kembali muncul di wajah mereka.
“Kami dari Sanggar Seni Lintang Pandu Sekar, biasa megang di lokasi wisata kalau ada acara-acara. Di sanggar kami tidak hanya melatih tari, melainkan juga membina seni tradisional lain seperti karawitan dan pahat topeng,” papar Pak Amin.
Desa Jeru memang terkenal dengan pertunjukan kesenian tradisionalnya, tak heran bila di desa ini, Sanggar Seni Lintang Pandu Sekar memiliki anggota cukup banyak, sekitar 70 orang dengan rentang usia beragam mulai dari 2 hingga 70 tahun.
Pak Amin, pemimpin sanggar menjelaskan bahwa sanggarnya tidak hanya terdapat di Desa Jeru, tapi juga di desa-desa lainnya. Pria berusia 34 tahun ini adalah generasi kelima di keluarganya yang meneruskan berkegiatan sebagai pegiat seni tradisional.
“Kita harus merawat, mempromosikan, dan melestarikan budaya kita. Saya ingin seni tradisional ini bisa mendukung pariwisata juga di Desa Jeru,” harap Pak Amin.
Berkat ketekunan Pak Amin dan para pelaku pariwisata muda seperti Fatika dan Ahmad Alan, semoga kesenian tradisional Indonesia dapat terus terjaga, diteruskan turun-temurun lintas usia.
Bicara tentang pelaku pariwisata, selain di bidang wisata seni budaya, Desa Jeru juga memiliki 3 Srikandi pengelola Taman Buah Jeru Tumpang yang penuh potensi wisata dan akan siap menerima kunjungan. Dalam wahana seluas 5 hektar ini wisatawan akan dapat mengeksplorasi beragam jenis tanaman maupun buah, serta berfoto-foto cantik. Jika beruntung mendapati buah yang masak, petugas juga bisa memetikkan buah sukun untuk dibawa pulang oleh pengunjung.
Seru bukan, bermacam kegiatan yang bisa kita lakukan di desa-desa wisata yang menjadi penyangga destinasi prioritas Bromo-Tengger-Semeru? Warga desa dan pelaku pariwisata juga bersemangat menyambut pengunjung untuk memberikan pengalaman paling berkesan. Yuk, kita masukkan agenda mampir ke Desa Poncokusumo, Wringinanom, atau Jeru saat jalan-jalan ke Bromo!