Museum Tsunami Aceh, Bersejarah dan Jadi Sarana Edukasi
Museum Tsunami Aceh menjadi tempat untuk mengenang peristiwa memilukan saat itu kini menjadi wisata edukasi yang bisa dikunjungi. Gempa bermagnitudo 9,1 hingga 9,3 dan gelombang pasang melanda provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara secara bersamaan. Aceh, Indonesia, dilanda gempa terkuat kedua yang pernah tercatat. Itu juga salah satu dari sepuluh bencana alam terburuk yang pernah terjadi. Orang-orang di Aceh masih menderita akibat gempa saat itu, mereka bahkan menderita gangguan stres pasca trauma.
Mengenang Peristiwa Memilukan di Museum Tsunami Aceh
Tsunami besar melanda banyak negara di Asia Tenggara termasuk Thailand, Malaysia, Myanmar, Sri Lanka, dan India serta Aceh, pulau india yang terkena dampak peristiwa tersebut. Diperkirakan lebih dari 280.000 orang kehilangan nyawa di 14 negara akibat bencana alam ini.
Kehidupan para korban akan selalu diwarnai dengan air mata, kesedihan dan kehilangan orang-orang terkasih. Pasalnya, banyak dari mereka yang kehilangan segalanya akibat kejadian tersebut. Sebuah museum yang didedikasikan untuk mendokumentasikan tsunami dibangun untuk mengenang peristiwa tersebut. Secara resmi dibuka untuk umum pada 27 Februari 2009 hari itu, Presiden Yudhoyono mendarat di Museum Tsunami Aceh.
Ridwan Kamil, mantan Wali Kota Bandung, memenangkan sayembara untuk mendesain museum ini. Dibangun di atas tanah seluas 2.500 meter persegi dibuka pada 17 Agustus 2007. Pembangunan museum ini menelan biaya 140 miliar, menghasilkan karya yang luar biasa. Hal ini terlihat dari signifikansi strukturnya yang mengandung dua makna.
Dari atas, fasad depan museum mencerminkan pergerakan tsunami. Namun jika dilihat dari bawah atau dari samping, terlihat seperti kapal penyelamat besar dengan dek terbuka yang luas. Museum Tsunami Aceh terletak di pusat kota Banda Aceh di Jalan Sultan Iskandar Muda. Berjarak sekitar 400 meter dari Masjid Raya Baiturrahman, yang memudahkan mengunjungi museum.
Museum Tsunami Aceh memiliki banyak pajangan yang berkaitan dengan kejadian tsunami. Ini berisi 55 unit, yang meliputi 26 foto, 7 maket dan 22 alat peraga. Museum ini memiliki empat lantai dan terletak di sebuah gedung. Eksterior dan interior Museum Tsunami Aceh menampilkan nilai artistik dengan dinding lengkung dan relief geometris. Lantai museum juga mengikuti estetika yang mirip dengan rumah adat Aceh dengan lantai tinggi yang melengkung ke luar.
Saat memasuki museum, pengunjung pertama kali menemukan ruang reflektif di lantai pertama. Sisi kanan dan kiri lorong sempit beresonansi dengan suara gemericik air. Ini menunjukkan suara tsunami yang menyapu pantai di masa lalu. Di dalam Memorial Hill yang terletak setelah melewati ruang refleksi, pengunjung dapat melihat monitor untuk mencari informasi tentang tsunami. Saat memasuki ruangan selanjutnya, pengunjung melewati Ruang Memorial Hill. Ini membawa mereka ke ruangan berbentuk baik dengan bentuk silinder yang memancarkan cahaya. Di atas ruangan itu terdapat potongan kaligrafi Arab bertuliskan “ALLAH” di atasnya. Daftar korban tsunami juga menghiasi dinding ruangan itu.
Akses ke lantai dua museum menyediakan akses ke ruang multimedia seperti ruang audio dan “Ruang Pameran Tsunami” 4 dimensi. Selain itu, lantai ini menawarkan kamar-kamar yang berhubungan dengan pra-tsunami, tsunami, dan pasca-tsunami. Di dalam lantai tiga museum, pengunjung menemukan perpustakaan, ruang geologi, mushola, dan ruang penjualan souvenir.
Selama tsunami di masa depan, lantai ini berfungsi sebagai ruang penyelamatan atau penyelamatan darurat. Karena berada di lantai paling atas, tempat ini terlarang untuk umum karena masalah keamanan dan keselamatan pengunjung. Jika tsunami mengharuskan pembukaan lantai ini untuk umum, barulah itu akan tersedia. Museum Tsunami Aceh menjadi juara 400 museum di Indonesia saat berkompetisi dalam Indonesia Museum Award 2018. Museum Tsunami Aceh sering menarik pengunjung dari berbagai mancanegara.